Ini pengalamanku ketika menghadiri sebuah acara bedah buku pada tanggal 19 Juni 2022 silam. Sebenarnya di hari itu merupakan hari yang telah direncanakan jauh sebelumnya untuk mengunjungi acara Blitar Tempo Doeloe (BTD) bersama beberapa teman-teman komunitas, sembari mencari sumber inspirasi yang perlu ditulis.
BTD sendiri merupakan acara yang selalu diadakan oleh Pemkot Blitar setiap tahunnya. Meskipun dua tahun terakhir sebelum ini acara BTD tidak diselenggarakan, karena pandemi Covid-19. BTD pada tahun 2022 ini diadakan sejak tanggal 17-21 Juni.
Beberapa hari sebelumnya, ada undangan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Blitar untuk menghadiri acara Bedah Buku Local Content Grebeg Pancasila “Jejak Pemberani Blitar dari Masa ke Masa” pada tanggal 20 Juni. Undangan tersebut untuk Ketua FLP Blitar bersama lima anggotanya.
Setelah mendapat undangan itu, ketua langsung memberitahukannya ke WAG dan mempersilahkan siapa saja yang ingin ikut bisa menuliskan namanya. Karena aku ketinggalan belum sempat mengisi daftar nama tetapi telah terisi penuh duluan, maka aku tidak bisa ikut hadir dalam acara bedah buku tersebut pada awalnya.
Mungkin memang bukan kesempatanku untuk menghadirinya kali ini, meskipun sebenarnya dalam hati menginginkan bisa ikut hadir. Selang hari kemudian, ternyata acara tersebut dimajukan ke satu hari sebelumnya, yakni hari minggu tanggal 19 Juni bersamaan dengan jadwal rencana mengunjungi BTD.
Dan kemudian rencana diubah menjadi sore hari mengunjungi bazar BTD, kemudian untuk teman-teman yang mengisi daftar nama undangan, bisa melanjutkan malamnya pukul tujuh menghadiri undangan Bedah Buku Local Content Grebeg Pancasila “Jejak Pemberani Blitar dari Masa ke Masa”, yang acaranya berada dalam tenda bazar BTD juga.
Ketika hari itu tiba, ternyata menjelang sore cuaca hujan deras seketika yang cukup merata di Blitar, sehingga rencana kami mengunjungi BTD menjadi kacau. Aku sedang menanti hujan reda, mendengar suara notifikasi di WAG lalu segera kubuka.
Pesannya berisi izin dari salah satu teman yang telah mengisi daftar hadir tidak jadi datang di acara undangan bedah buku, dikarenakan sedang tidak enak badan. Dan lalu Bu ketua menuliskan namaku untuk hadir di acara itu, karena tahu aku akan datang ke BTD. Mengetahui hal tersebut, tentu saja aku senang karena ternyata aku masih bisa ikut hadir dalam acara bedah buku itu.
Hujan mulai reda sekitar pukul lima sore lebih mendekati magrib, lalu aku memutuskan untuk berangkat selepas magrib. Sesampai ditempat parkir, aku telah ditunggu oleh dua teman. Lalu kami bertiga segera mencari keberadaan panggung bazar dalam tenda roder yang merupakan tempat Bedah Buku Local Content Grebeg Pancasila “Jejak Pemberani Blitar dari Masa ke Masa” itu dilangsungkan, dengan melewati padatnya pengunjung BTD.
Mencoba untuk menghubungi teman-teman lain yang sudah sampai di lokasi dengan kesulitan sinyal karena terlalu padatnya orang, tentunya terlalu banyak yang menggunakan sinyal ponsel juga.
Untungnya kami bertiga dapat menemukan dua teman lain yang sedang membeli makanan sambil menunggu kami di area depan panggung utama di tengah-tengah bazar. Walaupun sebelumnya kami bertiga harus bolak-balik arah jalan dalam keramaian padatnya pengunjung.
Tak lama kemudian kami berlima segera menuju ke lokasi bedah buku. Tiba di lokasi langsung menulis absen serta tanda tangan kehadiran, dan panitia memberikan bekal materi bedah buku beserta buku yang akan dibedah. Mencari tempat kosong untuk duduk dan menengok jam ternyata sudah jam delapan kurang sepuluh menit.
Ternyata acaranya molor sehingga belum dimulai, padahal undangan jam tujuh tepat. Hal itu tentunya merupakan suatu keberuntungan tersendiri untuk aku dan teman-teman yang datang terlambat, karena belum ketinggalan acara sepenuhnya.
Acara bedah buku dimulai jam delapan malam setelah para pembedah dan penulis buku memasuki panggung. Pembedah pada acara ini ada dua, yaitu Bapak Drs. H. Djarot Saiful Hidayat, MS yakni DPR RI dan juga mantan Walikota Blitar, dan pembedah kedua yakni Bapak Much. Taufik, SHM AP. yang merupakan Widyaiswara Ahli Utama BPSDM Provinsi Jawa Timur.
Sedangkan untuk penulis buku Grebeg Pancasila “Jejak Pemberani Blitar dari Masa ke Masa” itu sendiri adalah Ki Purwanto, beliau adalah seniman dan budayawan yang telah memiliki beberapa karya buku sebelumnya.
Kelangsungan acaranya dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya bersama, pembacaan doa, sambutan Walikota Blitar, penjelasan rangkuman isi buku dari penulis dan dilanjutkan dengan bedah buku oleh para pembedah. Tiba kepada giliran Ki Purwanto menyampaikan rangkuman isi bukunya, yaitu dengan penjelasan singkat tentang grebeg Pancasila.
“Bung Karno bukanlah pencipta Pancasila, tapi beliau adalah penggali Pancasila, sesuai dengan pernyataan yang tertuang dalam buku “Penyambung Lidah Rakyat”. Jika Bung Karno mengaku sebagai penggali, maka umbi-umbi tradisi itulah yang merupakan bahan baku Pancasila. Namun hal itu menimbulkan pertanyaan, “mengapa Blitar menjadi kota yang merintis peringatan Pancasila sehingga menjadi hari libur nasional?”. “ Sebagian kutipan pembahasan Ki Purwanto.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa telah ditemukannya jejak ‘umbi-umbi’ yang ada di masyarakat Blitar. Jejak umbi-umbi tersebut berawal dari jejak di desa Kinwu, jejak di Pandlegan, jejak di makam Arya Blitar, jejak di Markas PETA dan jejak di Alun-alun Blitar.
Selanjutnya beliau membahas jejak ‘Spirit Pemberani’ di masyarakat Blitar yang terdiri dari reformis Desa Kinwu, Kesatriya Pandlegan, Negarawan Jayanegara Arya Blitar Rekso Kusumo, pemberontak S. Supriyadi, Reformis: Sarikat Islam (SI); Banser; Grebeg Pancasila. Dan kesimpulannya jawaban untuk pertanyaan ‘mengapa Blitar mempelopori peringatan Pancasila?’ jawabannya adalah memang ‘umbi’ sebagai bahan dasar Kenusantaraan itu sudah berada di Bumi Blitar.
Urutan berikutnya yaitu pembedahan dari Bapak Much. Taufik yang menilai Grebeg Pancasila dalam prespektif sosio kultural.Beliau menyampaikan terdapat catatan untuk buku Grebeg Pancasila “Jejak Pemberani Blitar dari Masa ke Masa”.
“Buku ini mengupas tentang Blitar dan orang-orang hebat yang telah mengukir nama Blitar dengan karya dan personality mereka. Nama-nama itu sebagian dicatat dalam sejarah dan sebagian lagi hanya dicatat dalam ingatan masyarakat yang berkembang menjadi legenda-legenda, yang diceritakan dari mulut ke mulut. Salah satu karya yang orang-orang hebat itu adalah Grebeg Pancasila, namun sayang sekali hasil yang dihasilkannya kurang mendapat porsi yang cukup dalam pada buku tersebut. Selain itu, masih perlu ditambahkan ulasan tentang nilai-nilai pembelajaran yang terkandung dalam sebagian besar peristiwa sejarah keberadaan kota Blitar, terutama yang menyangkut Grebeg Pancasila. Dengan begitu diharapkan agar memberi pengaruh positif yang sebesar-besarnya bagi pembangunan karakter bangsa di kota Blitar saat ini dan masa-masa yang akan datang. Sehingga buku ini masih perlu dilanjutkan lagi,” ulasan dari Bapak Much. Taufik.
Sedangkan dari analisis dimensi sosio kultural dari Grebeg Pancasila, diantaranya yaitu Grebeg Pancasila merupakan simbol baru “perlawanan” rakyat Blitar; fenomena politik berbaju budaya; refleksi kehidupan sosial budaya masyarakat Blitar; menegaskan eksistensi Pancasila.
Berikutnya giliran pembedahan oleh Bapak Djarot Saiful Hidayat. Tak jauh beda dari pembedahan Bapak Much. Taufik, menurut beliau buku Grebeg Pancasila “Jejak Pemberani Blitar dari Masa ke Masa” itu kurang menjelaskan makna nilai-nilai dari Grebeg Pancasila itu sendiri.
Sesuai yang tercantum dalam buku tersebut, Blitar merupakan tempat orang-orang hebat. Hal itu ditunjukkan juga pada pemimpin-pemimpin Indonesia banyak dari Blitar maupun masih bau-bau orang Blitar.
“Contohnya, presiden pertama kita Bung Karno yang pernah tinggal di Blitar dan sekarang makamnya pun berada di Blitar, Bu Mega putri Bung Karno pun otomatis masih bau-bau Blitar, kemudian mantan wakil presiden Boediono yang merupakan orang Blitar juga, dan mantan presiden SBY ibunya tinggal di jalan Bali Blitar, dsb. Karena itu, jika ada generasi muda Blitar yang loyo, rasanya gemas sendiri melihatnya.” Ucap Pak Djarot.
Sebagai generasi muda secara otomatis menjadi penerus warga Blitar, tentu merasa memiliki tanggung jawab tersendiri untuk bisa mengikuti kehebatan dan prestasi mereka para orang-orang hebat dari Blitar terdahulu. Dan tentunya hal itu tidaklah mudah, namun setidaknya kita sebagai generasi penerus berusaha sebaik mungkin menjadi penerus dengan versi terbaik melalui bidangnya masing-masing.

Tak terasa jam telah menunjukkan pukul sembilan lebih, aku bersama salah satu teman memutuskan untuk pulang terlebih dahulu karena tadi sudah janji kepada orang tua untuk tidak pulang malam-malam.
Meninggalkan acara dan teman-teman lain, kami berdua tak lupa mampir terlebih dahulu menikmati BTD sebelum pulang. Karena sejak tiba tadi, tidak bisa menikmati bazar BTD dengan seksama, selain karena penuh sesak juga lebih fokus untuk mencari lokasi acara bedah buku.
Menikmati BTD pada jam sembilan lebih memiliki sensasi tersendiri. Diantaranya bisa berjalan tanpa berdesakan dengan pengunjung lain, melihat-lihat setiap stand bazar dengan leluasa dan nyaman, serta dapat berfoto dengan bebas.
Akan tetapi banyak stand stand bazar yang sudah tutup. Walau demikian tak apa, bisa menikmati bazar BTD dengan leluasa saja sudah hal keberuntungan yang menyenangkan. Terjadinya keberuntungan-keberuntungan tanpa sengaja seperti ini sangatlah perlu disyukuri. Dan semoga banyak keberuntungan-keberuntungan lagi yang akan datang ke depannya.***