Pengalaman mengikuti lomba menulis buku pada tahun 2022, membuatku sadar begitu penting dan berpengaruhnya support system di dalam hidup.
Karena aku sendiri merasakan ketika ingin maupun memulai suatu langkah berkarya, berproses, dan semua hal-hal dalam upaya peningkatan diri, sebelumnya selalu gagal karena berhenti di tengah jalan. Bahkan masih di tahap awal proses itu.
Penyebabnya karena tidak adanya support system ketika menghadapi rintangan dalam proses tersebut, yang ada malah sebaliknya.
Tidak bisa dipungkiri memang, di setiap proses belajar, perubahan, dan semua tahapan menuju impian, pastilah selalu menghadapi berbagai halangan dan rintangan.
Namun baru kali aku bisa menyelesaikan tahapan suatu proses sampai pada titik akhir. Dan bahkan mencapai hasil yang memuaskan. Sungguh suatu hal yang tidak pernah aku sangka sebelumnya.
Pengalaman ini ketika aku mengikuti sebuah lomba menulis buku tentang Kota Blitar, yang diadakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Blitar. Lomba itu dimulai sejak tanggal 1 Maret – 31 Mei 2022.
Awalnya, aku hampir tidak mengikuti lomba itu. Meski hati kecilku tertarik dan ingin mengikutinya. Semua dikarenakan kondisi, kemampuanku dan berbagai ketakutan menghalangi, sehingga membuat ragu.
Saat itu aku memang masih tahap pemulihan pasca kecelakaan. Tentu saja hal itu menjadi pertimbangan besar untukku.
Pikiran ini sadar tak akan mampu untuk riset data sendirian, dengan kondisi tanganku yang belum bisa untuk mengendarai motor sendiri.
Sedangkan di setiap proses menulis baik itu sedikit atau banyak pasti membutuhkan riset.
Apalagi menulis buku tentang lokalitas suatu daerah, tentunya butuh riset data yang tidak bisa asal-asalan. Serta adanya ketakutan-ketakutan yang hadir, menambah menurunnya kepercayaan diri.
Rasa takut itu diantaranya, tidak bisa menyelesaikan dengan optimal karena beriringan dengan waktu skripsi, takut bertemu orang baru (karena memiliki jiwa introvert), dll. Banyaknya bayangan-bayangan yang berseteru dalam pikiran.
Meskipun sebenarnya ide untuk pembahasan buku lomba itu, telah aku temukan. Dan bahkan ide itu sempat aku berikan kepada temanku yang akan mengikutinya, daripada sia-sia menurutku.
Namun teman-teman yang ingin ikut lomba, ternyata juga memiliki kendala serta ketakutan sendiri-sendiri. Jika dirasa sendiri berat, mungkin akan lebih mudah jika dikerjakan bersama-sama.
Keyakinan itulah yang merubah situasi seketika. Awalnya kami yang hampir kehilangan semangat berkarya, berubah memutuskan untuk menjadi tim dengan tiga anggota mentekadkan diri mengikuti lomba itu.
Dalam persyaratan lomba sendiri juga dibolehkan untuk membuat tim penulis dengan maksimal tiga orang. Semua ini terjadi berkat satu teman yang sering mendorong kami menjaga hal kami senangi, yakni menulis.
Ia juga yang mendorong kami untuk ikut lomba, dengan mengatakan kalau dia akan membantu sebisa mungkin. Hal itulah yang membuat kami berani dan yakin, meskipun sebenarnya hanya bermodalkan tekadnya diri.
Proses Riset Data
Sepakat menggunakan ide pembahasan yang telah aku rencanakan, yakni membahas lokalitas suatu dusun di kota Blitar. Aku dan tim memulai riset data dengan wawancara pada narasumber.
Suatu keuntungan tersendiri memang, aku memiliki kakek nenek yang tinggal di kota. Sehingga mudah untuk mencari nama calon narasumber beserta alamat rumahnya. Meskipun masih mengetahui satu nama saja.
Kami mulai berdiskusi dan membahas ini pada akhir Maret. Dan memulai tahapan wawancara awal pada bulan April, yakni ketika memasuki bulan puasa ramadhan.
Proses wawancara awal dapat dikatakan lancar. Sungguh di luar dugaan, dari wawancara dengan satu orang narasumber, menghantarkan kami dengan berbagai petunjuk, untuk wawancara pada narasumber berikutnya.

Ditambah semua narasumber yang welcome terhadap kami, bahkan ada yang mendukung serta mengapresiasi kami dengan ingin membeli bukunya jika nanti sudah diterbitkan.
“Nanti kalau sudah jadi hubungi kami Mbak, biar kami beli. Senang ada yang membukukan tentang sesepuh kami, karena selama ini saya hanya bisa mendengarkan cerita dari bapak, namun setelah itu lupa lagi. Dan sekarang bapak saya juga sudah tidak ada.”
Ada satu wawancara yang membuatku terheran-heran. Ketika aku dengan teman tim akan survei lokasi peninggalan jaman dulu, namun bingung lokasi tepatnya. Mencoba tanya kepada orang yang rumahnya sekitar situ, kebetulan ada seorang bapak-bapak sedang di luar rumah.
Padahal kami hanya tanya lokasi, namun tanpa diminta beliau mengantar langsung pada lokasi tersebut. Ternyata lokasinya melewati jalan turunan yang lumayan curam, di tengah daerah yang hampir tertutup berbagai tanaman dan rumput.
Berdasarkan kesaksian beliau, memang tempat tersebut sudah lama tidak dijamah warga sekitar. Mengambil beberapa foto dan wawancara singkat dengan beliau, setelah selesai kami segera meninggalkan lokasi yang harus melewati jalan berbalikan dengan tadi, yakni naik tanjakan lumayan tinggi.
Nafas kami lumayan terengah-engah sesampainya di jalan utama. Kemudian melanjutkan wawancara dengan bapak separuh baya tersebut, kami ketahui ternyata beliau seorang pengrajin.
Berniat ingin melihat serta mengambil beberapa foto kerajinan beliau di rumahnya, tak lama tiba-tiba ada seseorang bapak-bapak yang datang mengunjungi pengrajin itu.
Di tengah proses riset, banyak juga ujian dan rintangan yang menimpa. Laptopku tiba-tiba rusak parah, dan tidak bisa digunakan untuk mengetik lagi.
Dan aku yang dikejar deadline pengumpulan naskah skripsi untuk bimbingan, sekaligus kebingungan dengan kelanjutan lomba karena hal tersebut. Akhirnya laptop segera ku bawa ke tempat servis, ternyata perlu diganti bagian yang harganya mahal untukku.
Sebab harganya hampir sama dengan beli baru. Terpaksa aku harus merelakan menguras tabungan yang kian tipis. Syukurlah beberapa hari kemudian laptopku dapat berfungsi normal kembali.
Masalah laptop selesai, sehari sebelum hari rapat pembahasan pengerjaan lomba, aku tiba-tiba sakit demam tinggi. Untungnya saat itu kakekku sudah sembuh bisa aku tinggal, karena kondisiku juga tak mampu untuk merawatnya.
Rasanya saat itu aku hampir menyerah saja, dan teman-teman tim penulis lain juga dengan kesulitan-kesulitannya, mungkin merasakan hal yang sama.
Namun teman pendukung tim kami terus mendukung dan menyemangati, dengan mengatakan bahwa kami telah berjalan di tengah jalan, sangat disayangkan jika berhenti di tengah jalan.
“Kalian sudah di tengah jalan, sangat eman jika berhenti di tengah jalan.”
Berkat itu, semangat kami untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai tumbuh kembali. Waktu berjalan kian mendekati deadline
Kami berusaha dengan semaksimal mungkin untuk menyelesaikan proses pengetikan naskah dari hasil riset. Pengetikan dilakukan melalui share link google doc untuk grup, sehingga pengetikan bisa diselesaikan bersama-sama dengan tim penulis tanpa naskah terpecah antar bagian ketikan.
Lima hari menjelang batas akhir pengumpulan naskah, kami kehabisan data dari riset untuk melengkapi naskah yang masih kurang dari syarat minimal lembar lomba. Terpaksa kami melakukan wawancara dadakan dengan segera untuk mengejarnya.
Tentu saja demi itu, kami mau tidak mau melakukan lembur beberapa hari. Bahkan ku tinggalkan sejenak pengerjaan skripsi, dan sementara fokus penyelesaian pada naskah lomba. Dari bangun tidur sampai lembur malam, ku habiskan waktuku di depan laptop mengerjakannya.
Kami juga mengalami berbagai hal mistis. Ketika melakukan wawancara pada suatu sore menjelang magrib di tengah-tengah turunnya hujan kala itu, tiba-tiba hembusan angin yang cukup besar datang di sekitar lokasi kami wawancara ketika pembicaraan mengenai tokoh babad desa setempat. Dan itu cukup membuat aku dan teman tim merinding.
Selain itu, kami juga sering merasa merinding selama proses pengetikan naskah. Aku juga pernah tiba-tiba merasa mau menangis tanpa sebab di tengah pengetikan naskah.
Dengan berbagai pengalaman, ujian, dan banyak hal yang terlalui, sangat aku syukuri naskah selesai sesuai deadline lomba yakni sebelum pukul 23.59 pada tanggal 31 Mei 2022. Aku dan tim menyelesaikannya dengan menginap di rumah teman yang membantu dan membimbing kami dalam pengerjaannya.
Melalui puluhan revisi yang sudah tak dapat ku ingat ke berapa kali. Dan sebenarnya masih merasa ada yang perlu diperbaiki, namun tetap harus di kumpulkan sebelum deadline.
Keberuntungan masih memihak kami, setelah naskah dikumpulkan pada pukul 23.56 WIB, besoknya sekitar jam tiga dinihari panitia lomba membalasnya dengan memberi kesempatan melengkapi persyaratan. Sehingga kekurangan-kekurangan naskah yang dirasa perlu diperbaiki masih bisa kami perbaiki.
Semua tahapan proses tersebut berjalan selama dua bulan penuh, dari awal April sampai akhir Mei 2022.
Sembari menanti jadwal pengumuman hasil lomba, aku manfaatkan untuk kembali fokus menyelesaikan pengerjaan skripsi. Waktu yang dibutuhkan yaitu selama satu bulan lebih lima hari.
Yang mana sesuai ketentuan lomba, pengumuman tersebut diumumkan pada 5 Juli 2022. Sehari sebelum hari H, link zoom untuk pembahasaan ulasan juri dan pengumuman telah dibagikan.
Dan esoknya hari yang dinanti itu tiba, tepat pukul delapan acara dimulai melalui meeting zoom. Mengikuti pembahasan ulasan para juri per naskah peserta lomba, dan mendengarkan dengan seksama segala kekurangan naskah tim kami untuk dijadikan pelajaran nantinya.
Sampai pada pengumuman pemenang lomba yang ditunggu-tunggu. Dengan perasaan harap-harap cemas mendengarkannya. Hasil yang diumumkan dari belakang yakni dari juara ketiga lalu berangsur sampai juara satu.
Jeng… Dengan perasaan kaget, haru, bercampur bahagia dan bangga ternyata aku dan tim mendapat juara ketiga. Sungguh dari jarak jauh aku dan tim membagikan perasaan campur aduk itu di WAG, serasa ingin memeluk satu sama lain dari kejauhan.
Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 7 Juli 2022, seluruh peserta lomba yang juara diminta datang ke gedung Kusuma Wicitro untuk mengambil piala, piagam dan hadiah uang penghargaan.

Dengan perasaan campur aduk kembali, antara demam panggung dengan bahagia aku mewakili tim menerima piala bersama juara kesatu dan kedua. Berkat itu aku bisa mengenal beliau-beliau orang hebat yang telah lama terjun di bidang literasi.
Sebenarnya sampai saat ini aku masih tidak menyangka sampai di titik ini. Dari melawan ketakutan, menghadapi berbagai tantangan dan halangan, banyak pengalaman baru dan bertemu orang baru, suatu hal yang sangat aku syukuri.
Ternyata semua ini berawal dari melawan rasa takut dan mau melangkah di setiap keadaan. Dari yang awalnya merasa tidak mungkin menjadi mungkin, dan tentunya juga berkat adanya support system yang menunjang keberhasilannya. Pelajaran itulah yang paling berkesan untukku dari pengalaman ini.***